Dampak Peraturan Baru Terhadap Peran dan Fungsi IDI

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru disahkan telah membawa dampak signifikan terhadap peran dan fungsi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Meskipun pemerintah menegaskan bahwa peran organisasi profesi seperti IDI tidak dihilangkan, ada perubahan mendasar pada fungsi regulatori yang sebelumnya dipegang oleh IDI.


Perubahan Signifikan pada Peran dan Fungsi IDI

Beberapa dampak utama dari peraturan baru ini terhadap IDI adalah sebagai berikut:

1. Pergeseran Fungsi Regulasi Kembali ke Pemerintah

  • Pencabutan Kewenangan Rekomendasi SIP dan Spesialisasi: Salah satu perubahan paling mencolok adalah dihilangkannya kewenangan IDI untuk memberikan rekomendasi bagi dokter yang ingin mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP) atau melanjutkan pendidikan spesialisasi. Menteri Kesehatan menyatakan bahwa perubahan ini didasarkan pada masukan dari dokter-dokter muda yang merasa kesulitan dalam proses mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi. Fungsi regulatori ini kini akan dikembalikan sepenuhnya kepada pemerintah.
  • Pengaturan Disiplin Profesi: Penegakan disiplin profesi, yang sebelumnya memiliki peran kuat dari organisasi profesi, kini diatur dalam UU Kesehatan baru (Pasal 304 ayat 2). Penegakan disiplin akan dilakukan oleh majelis yang dibentuk secara permanen atau ad hoc, dan aturannya akan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ini berarti peran MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) sebagai lembaga penegak etika di bawah IDI akan mengalami penyesuaian.

2. Implikasi Terhadap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB)

  • Hilangnya Wewenang Penyelenggaraan P2KB: Wewenang IDI dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan berkelanjutan juga disebut dihilangkan dalam UU Kesehatan yang baru. Ini bisa berarti bahwa mekanisme P2KB yang sebelumnya berada di bawah koordinasi IDI akan mengalami perubahan dalam penyelenggaraan dan akreditasinya, yang mungkin akan lebih banyak diatur oleh pemerintah atau lembaga lain yang ditunjuk.

3. Eksistensi Organisasi Profesi Tetap Ada, Namun Tidak Tertulis dalam UU

  • Meskipun banyak kewenangan regulatori yang dipangkas, Menteri Kesehatan menegaskan bahwa organisasi profesi seperti IDI tetap ada. Namun, UU Kesehatan yang baru tidak secara spesifik menuliskan atau mengatur keberadaan organisasi profesi. Ini menjadi poin penting yang disoroti oleh IDI dan organisasi profesi kesehatan lainnya, bahkan menjadi salah satu alasan pengajuan uji materi UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi.

4. Tantangan dalam Menjaga Kualitas dan Profesionalisme Dokter

  • Dengan bergesernya beberapa fungsi regulatori, IDI menghadapi tantangan untuk tetap memastikan kualitas, kompetensi, dan profesionalisme dokter Indonesia. Jika mekanisme kontrol dan pembinaan etika tidak lagi sepenuhnya berada di tangan organisasi profesi, IDI harus mencari cara baru untuk mempertahankan standar tinggi yang selama ini menjadi fokusnya.
  • Ketiadaan regulasi turunan yang spesifik untuk setiap profesi kesehatan juga dikhawatirkan dapat menimbulkan kekosongan hukum dan melemahkan profesionalisme jika tidak segera diatur.

Adaptasi dan Strategi IDI Pasca Peraturan Baru

Meskipun terjadi pergeseran peran, IDI tidak kehilangan fungsinya. Organisasi ini justru didorong untuk mereformasi diri (IDI Reborn) dan memperkuat peran esensialnya:

  1. Fokus pada Pembinaan Internal dan Kesejahteraan Anggota:
    • IDI dapat lebih fokus pada penjagaan profesionalisme dan etika dokter melalui mekanisme internal seperti Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang diperkuat, pendidikan berkelanjutan (P2KB) yang tetap relevan, serta advokasi untuk kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi para anggotanya.
  2. Menjadi Mitra Strategis Pemerintah yang Berorientasi pada Rakyat:
    • Peran IDI sebagai mitra strategis pemerintah dalam perumusan kebijakan kesehatan tetap penting. IDI dapat menyalurkan suara dokter dan masukan berbasis bukti untuk memastikan kebijakan yang diterapkan berpihak pada peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Visi IDI ke depan harus lebih berorientasi ganda: menjaga profesionalisme internal dan secara tegas menunjukkan keberpihakan serta perhatian kepada masyarakat.
  3. Mengoptimalkan Peran Advokasi:
    • IDI akan terus menjadi suara advokasi bagi profesi dokter dan kesehatan rakyat. Ini termasuk melakukan kajian, riset, memberikan masukan konstruktif, dan jika perlu, melakukan upaya hukum seperti uji materi terhadap regulasi yang dinilai merugikan profesi atau masyarakat.
  4. Kolaborasi dengan Seluruh Pemangku Kepentingan:
    • Penting bagi IDI untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, institusi pendidikan, organisasi profesi lain, dan masyarakat sipil. Dengan kerja sama yang erat, IDI dapat memastikan bahwa setiap perubahan kebijakan mempertimbangkan perspektif holistik untuk kemajuan sistem kesehatan nasional.

Secara keseluruhan, peraturan baru ini mendorong IDI untuk beradaptasi, melakukan introspeksi, dan memperkuat esensi perannya sebagai organisasi profesi yang berkomitmen pada integritas kedokteran dan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Tantangan ini bukan akhir, melainkan awal dari fase baru bagi IDI untuk semakin menunjukkan relevansi dan kontribusinya dalam sistem kesehatan nasional.

Comments are closed

Relatetd Post